SENTUHAN MIDAS


     Itu adalah angin malam yang sama dengan apa yang membalut tubuh telanjangnya beberapa bulan silam. Bergelung bersama tubuh pejantan yang basah bermandikan birahi. Angin masih tidak mengubah wajahnya saat menyaksikan tangisan memilukan dari tubuh telanjang lainnya, pejantan dengan belulang jauh lebih kecil. Lebih tak berdaya. Menggigil dalam dekapan wanita berhati mati.

     Wanita itu tak memiliki nama. Atau ia memilih untuk melupakan dari bukit mana ia mendaki pertama kali. Yang ia tahu hanyalah kehidupan tidak memberinya banyak pilihan. Ada dosa yang tertinggal dan kini melekat di tubuhnya, bahkan mungkin orangtuanya tidak membasuh tubuh kecil itu secara benar. Sehingga birahi itu berpadu dalam usia sangat dini. Di saat anak-anak perempuan seusianya sedang memikirkan baju yang tepat untuk boneka mereka, ia disibukkan oleh rasa penasaran akan bentuk kelamin pria.

     Lalu ia akan berubah menjadi bola berpijar yang memantul liar mengendus kejantanan. Dan bola itu kemudian pecah, meledakkan partikel-partikel cahaya yang terkontaminasi oleh jutaan perenang berekor. Lalu pelari tercepat tak bernama menyentuh cangkang bola pijar, menghidupkan kembali cahaya ke dalam wujud yang baru. Ya, cahaya murni telah terlahir.

     Tetapi cahaya itu menggeliat keluar dari cangkang yang telah rusak dan sangat kotor. Kemurniannya seketika sirna. Hidupnya terkutuk. Dan ia terlahir dari ibu tak bernama dan ayah tak berwajah.

    Itu adalah angin malam yang sama saat wanita membungkus tubuh kecil kemerahannya dalam selimut, kemudian meletakkannya pada tangan yang lain. Ya, tangan-tangan gaib  tak terlihat bernama takdir.

    Lembaran pertama kitab terbuka, mengantarkan pejantan kecil ke mulut anjing-anjing kelaparan. Lembaran kedua membisikkan telinga yang terjaga, menggerakkan nurani pemiliknya untuk mengenali tanda bahaya.

     "Enyahlah, anjing-anjing nakal!"

     Predator daging merah beraroma anyir itu berlarian menjauh. Si pria berlutut merengkuh makhluk mungil dalam selimut, menghalau angin malam yang sepertinya ingin mengusik lelap.

    "Ya Tuhan! Ia masih bernapas. Bayi malang ini bahkan tak menyadari kematian nyaris menyentuh ujung jarinya."

    Di sudut lain yang menutup sebagian wajah wanita dalam kegelapan, suara di belakang terdengar.

      "Kau baru saja mencampakkan seorang manusia yang akan mengubah dunia. Membuang logam mulia ke lautan, wanita tak berakal."

     Ia berbalik dan menemukan kehampaan. Semua itu hanya ada dalam kepalanya. Sebuah tempat di mana otak seharusnya berada, kini hanya dipenuhi oleh imajinasi dan delusi.

     Pejantan kecil itu kini memiliki nama. Midas. Dan ia menciptakan begitu banyak keajaiban dengan tangannya. Setiap melodi dari tuts-tuts piano yang disentuh jari-jarinya akan menari lebih indah, berputar serupa kunang-kunang dan kupu-kupu di kepala setiap orang. Lalu akan ada sinar keemasan dari keping-keping logam bergemerincing. Tak terkendali hingga Midas dapat berenang di lautan emas tersebut. Sentuhannya menciptakan kupu-kupu emas yang akan menanggalkan kedua sayap untuk Midas. Seekor kupu-kupu akan memanggil kupu-kupu lainnya, demikian seterusnya dari taman bunga hingga hutan belantara. Keajaiban itu kini menyelimuti hampir seluruh semesta.

     Midas memiliki sentuhan emas!

     Kabar ini tersiar oleh angin, nyanyian-nyanyian burung, ombak di lautan, bahkan melalui kemurkaan langit dengan cambuknya. Itu adalah angin malam yang sama saat menghembuskannya ke telinga wanita berhati mati. Tanpa nama pun kejayaan. Hanya wanita yang didekap kemalangan demi kemalangan.

     "Ia hidup. Puteraku hidup dengan berjaya!"

     Wanita itu menari di bawah tangisan bumi, menggila oleh melodi dari piano bayangan. Kemudian bayangan itu raib merenggut melodi. Seolah hati yang mati menjadi tempat persinggahan terlarang baginya.

     Ia menemukannya di sana. Seorang pemuda rupawan dan bernama. Namun wanita itu kehilangan wajah dan nama. Tak terlihat.

     Ada cukup banyak wajah berserakan di bawah kakinya. Ia memungutnya satu, menjelma menjadi wanita penuh cinta. Wajah baru itu terasa sakit, bukan padanan yang tepat. Tetapi itu adalah wajah paling menguntungkan baginya. Dan ia yakin Midas akan menyukainya.

     Orang-orang terus berbicara mengenai gemerincing logam mulia yang terdengar dari dalam tubuh Midas. Tentang ujung-ujung jari emasnya. Wanita itu tersenyum sumringah, membayangkan bagaimana emas akan mengisi pundi-pundinya yang kosong, bersembunyi di balik seluruh dinding rumahnya. Lalu ia akan menelan sebagian emas itu untuk melahirkan lebih banyak emas lagi.

     Ia membawa kucingnya yang telah digemukkan, lalu meminta Midas untuk menyentuh hewan itu. Tetapi pemuda itu menolak memberikan patung emas padanya. Bahkan mengatakan kalau ia tak dapat melakukannya.

     "Aku hanyalah seorang wanita miskin penuh kemalangan. Sedikit sentuhan darimu akan mengubah hidupku selamanya," ratap si wanita.

     "Maaf, saya tak bisa melakukan itu untuk Anda. Tapi saya bisa menunjukkan caranya," jawab Midas.

     "Bagaimana caranya?" Kedua mata wanita itu berpijar lebih benderang dari purnama.

     "Melalui latihan selama bertahun-tahun."

     "Kau dianugerahi sentuhan emas sejak dilahirkan. Bagaimana mungkin kau mengatakan ini seperti orang biasa?"

     "Saya tidak istimewa, Nyonya. Dan saya tidak memiliki kemampuan mengubah kucing Anda menjadi patung emas."

     "Tetapi orang-orang itu bilang ..."

     Bagaimana mungkin? Ia melihat begitu banyak benda emas berkilauan di sekeliling Midas. Gemerincingnya mengiringi setiap langkah, bahkan bayangan itu sendiri telah berubah menjadi tinta emas yang bergerak. Bagaimana mungkin Midas menyangkal segala keistimewaan itu?

     Dan seperti semut yang mengerubungi gula, maka manusia akan terpikat oleh wangi aroma kekayaan maupun kejayaan. Ada begitu banyak manusia di sekelilingnya. Seorang tak berwajah mendekat. Membawa kekosongan jiwa. Midas menyentuhnya, dan mendadak ia memiliki wajah. Wajah yang tersenyum.

      Lalu ada lebih banyak wajah berapi maupun membiru. Midas hanya perlu menempelkan telapak tangan pada dada mereka. Partikel-partikel keemasan akan menyeruak masuk dengan lembut. Memberikan warna baru pada wajah. Ya, kini mereka memiliki wajah-wajah baru penuh kedamaian dan cinta.

     Akhirnya ia mengerti. Midas mengubah hati mereka menjadi emas.

Komentar