WAJAH PUCAT MUSIM DINGIN
Flake mencoba merekatkan diri pada kaca jendela yang menjadi harapan terbaiknya saat itu. Lonceng gereja terdengar di kejauhan, beberapa orang berjalan cepat sambil merapatkan mantel mereka saat melintasinya. Seorang gadis kecil yang mengenakan penutup kepala berwarna biru buram berlari keluar membawa sebuah ember logam di tangan. Ia mengenal Eowyne lebih baik dari manusia manapun. Menyaksikan setiap hari yang dilaluinya jauh dari segala kemudahan. Menakjubkan bagaimana gadis kecil itu masih selalu memancarkan semangat dan harapan yang sama. Namun malam ini ada yang tampak berbeda. Kegelapan menghiasi wajah pucatnya. Flake terus mengamati Eowyne yang meletakkan ember kemudian duduk dan memeluk lutut. Tubuhnya bergoyang-goyang dalam ritme teratur. “Mama, apakah saat ini kau sedang mengamatiku dari surga?” Bisikan yang lebih menyerupai elegi kesedihan. Ingin sekali rasanya Flake mendekap tubuh menggigil di balik mantel lusuh itu. Sayangnya tak ada yang dapat ia l