Postingan

SENTUHAN MIDAS

     Itu adalah angin malam yang sama dengan apa yang membalut tubuh telanjangnya beberapa bulan silam. Bergelung bersama tubuh pejantan yang basah bermandikan birahi. Angin masih tidak mengubah wajahnya saat menyaksikan tangisan memilukan dari tubuh telanjang lainnya, pejantan dengan belulang jauh lebih kecil. Lebih tak berdaya. Menggigil dalam dekapan wanita berhati mati.      Wanita itu tak memiliki nama. Atau ia memilih untuk melupakan dari bukit mana ia mendaki pertama kali. Yang ia tahu hanyalah kehidupan tidak memberinya banyak pilihan. Ada dosa yang tertinggal dan kini melekat di tubuhnya, bahkan mungkin orangtuanya tidak membasuh tubuh kecil itu secara benar. Sehingga birahi itu berpadu dalam usia sangat dini. Di saat anak-anak perempuan seusianya sedang memikirkan baju yang tepat untuk boneka mereka, ia disibukkan oleh rasa penasaran akan bentuk kelamin pria.      Lalu ia akan berubah menjadi bola berpijar yang memantul liar mengendus kejantanan. Dan bola itu kemudian peca

GEMINO

          Terburu-buru menaiki tangga menuju kamar dan mengunci pintunya, Caleb melemparkan ransel ke sofa, merogoh kantung kecil tersembunyi kemudian mengeluarkan seuntai kalung. Sama sekali tidak bercahaya maupun bernilai secara ekonomis, namun daya tariknya bahkan sanggup mengikat dirinya ke dalam obsesi ingin memiliki benda tersebut jauh lebih kuat dari biasanya. Gemino mungkin hanya terlihat istimewa di mata Caleb dan tentunya Skylar, pemilik sebelumnya.          Berdebar-debar seolah sedang menggenggam pusaka di tangan, Caleb mengamati dua potong tulang sepanjang kurang lebih lima senti yang dijalin oleh benang wol merah. Selebihnya adalah rantai timah yang disisipkan mozaik pada setiap tujuh mata rantai. Demi merebut Gemino dari Skylar, ia bahkan rela melukai gadis itu. Tidak parah memang, tetapi cara Skylar menatapnya cukup mampu mendatangkan sensasi aneh pada sekujur tubuh Caleb.         Monitor komputernya berkedip. Caleb meletakkan Gemino ke atas tempat tidur, sebelum k

WAJAH PUCAT MUSIM DINGIN

    Flake mencoba merekatkan diri pada kaca jendela yang menjadi harapan terbaiknya saat itu. Lonceng gereja terdengar di kejauhan, beberapa orang berjalan cepat sambil merapatkan mantel mereka saat melintasinya. Seorang gadis kecil yang mengenakan penutup kepala berwarna biru buram berlari keluar membawa sebuah ember logam di tangan.      Ia mengenal Eowyne lebih baik dari manusia manapun. Menyaksikan setiap hari yang dilaluinya jauh dari segala kemudahan. Menakjubkan bagaimana gadis kecil itu masih selalu memancarkan semangat dan harapan yang sama. Namun malam ini ada yang tampak berbeda. Kegelapan menghiasi wajah pucatnya. Flake terus mengamati Eowyne yang meletakkan ember kemudian duduk dan memeluk lutut. Tubuhnya bergoyang-goyang dalam ritme teratur.      “Mama, apakah saat ini kau sedang mengamatiku dari surga?”      Bisikan yang lebih menyerupai elegi kesedihan. Ingin sekali rasanya Flake mendekap tubuh menggigil di balik mantel lusuh itu. Sayangnya tak ada yang dapat ia l

EL PRESIDIARIO

     Jarum-jarum hujan mengantarkan elegi malam, bergelayut di ujung bibir para seniman yang mendendangkan balada kesunyian. Kuhirup napas kehidupan dan merasa terberkati. Setiap molekul udara yang selama ini kuanggap hanya bagian kecil dari sebuah kehidupan, kini jauh lebih berharga dari nyawaku sendiri.      Hanya saja, penebusan dosa tidak berakhir bersama dengan masa tahananmu. Ada kehidupan lain di luar jeruji besi yang dingin dan lantai beraroma pesing. Kehidupan lain itu memiliki lebih banyak warna, namun cakar dan taringnya akan membunuhmu lebih cepat. Bukankah tak ada yang lebih berbahaya selain dari kebencian kolektif? Saat hampir seluruh warga kota membencimu?      Namaku Gustavo Chavez, mengawali kesialan di usia yang telah matang secara hukum. Ya, hanya enam jam setelah pesta ulang tahunku yang ke delapan belas. Sebuah ironi yang hingga kini masih membuatku menertawakan diri sendiri.      Kau tahu? Sepertiga penghuni penjara federal bukanlah penjahat sesungguhnya. Mere

GANENDRA

        Cakrawala gelap menjerit murka, mengibaskan cambuk berkilat yang mencederai hujan dan mengusik ketenangan sang bayu. Alam seolah bersepakat menciptakan benang-benang rumit bagi perjalanan keturunan Adam yang berpijak tanpa ragu di atas kedermawanan tangan bumi. Terengkuh dalam gigil ketakutan, Ganendra menepis hembus ancaman alam dengan berlari. Seorang hamba Tuhan lain baru saja membunuh nuraninya demi membelokkan garis takdir, bergelung dalam keangkuhan memburu pengakuan atas peran sebagai algojo Tuhan. Manusia hampa iman bermonolog dengan makhluk-makhluk tanpa wajah, mendesak pikiran untuk menggempur kemanusiaan dan menghisap habis kebajikan dari sepotong kecil hati nan membeku.           Tiada habis pikir betapa lebih mudah untuk tidak menginginkan sesuatu, bahkan atas jiwa paling murni sekalipun. Sepuluh tahun yang lalu, hatinya tak terjamah prasangka buruk tatkala wanita itu enggan merelakan bulir-bulir putih terkecap oleh lidahnya. Namun setiap kali mentari menebarkan

THE SMILEY FACE

See the funny little clown He's hiding behind a smile They all think he's laughing But I know he's really crying all the while (“See the Funny Little Clown” by Bobby Goldsboro) Joanne menatap poster yang tertempel pada dinding bata, suatu kebetulan yang aneh saat dalam waktu bersamaan melodi itu terdengar mendekat. Tidak lama lagi caravan yang membawa lima manusia dengan kostum dan riasan yang menyedihkan akan turun seperti bola-bola karet yang dilepaskan dari sebuah jaring besar. Bergegas ia menggerakkan jari-jarinya pada poster, mengoyak kertas itu dan berlari sebelum siapapun memergokinya. Wajah Lovejoy yang tersenyum lebar di sana kini melayang rendah bergelung dengan debu jalanan. Joanne telah merobek sebagian wajahnya dan kini kertas itu bergerak lebih tinggi, membentur permukaan kaca caravan berwarna cerah pelangi. Gadis kecil itu merapatkan ranselnya yang kini terasa lebih berat, berlari lebih kencang menu